Senin, 26 Maret 2012

Autentika Al-Qur'an


KATA PENGANTAR

بِسْمِ اللَّهِ الَّر حْمَنِ الَّر حِيْمِ
            Segala puji dan puncak kekaguman serta keagungan hanya semata tertuju kepada Allah swt. shalawat dan salam semoga tercurah kepada manusia pilihan pembawa kebenaran Muhammad saw.
                Dengan pertolongan dan hidayah-Nya kami bisa menyelasaikan makalah yang berjudul “Autentika Al-Qur’an.  Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas ulumul Qur’an dan Hadits.
                Namun, disadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu kami harap kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan tulisan kami selanjutnya.
                Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami sebagai penulis dan pembaca pada umumnya.
Mudah-mudahan upaya ini senantiasa dalam bimbingan dan ridha Allah swt. Amin ya Rabbal Alamin.


Sangkapura, 28 Pebruari 2012

Penulis

















DAFTAR ISI

I.                    Kata Pengantar                    ……………………………………                     i
II.                  Daftar Isi                                   ……………………………………                     ii
III.                BAB I  Pendahuluan                           ……………………………………                     1
IV.                BAB II Pembahasan                            ……………………………………                     2
a.      Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Nabi SAW                ……………                     2
b.      Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar              ……………                     3            
c.       Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Utsman bin Affan………..                    5            
d.      Bahasa Arab Sebagai Bahasa Kitab Al-Qur’an……………..                     6
V.                  BAB III Penutup                    …………………………………...                       9



BAB I
PENDAHULUAN
                Kitab suci adalah fondasi sebuah agama, diamana argument dan keTuhanan misalnya dibangun dari situ. Alhasil bila kitab sucinya palsu, maka segala argument yang dibangun darinya adalah invalid, tidak layak diamalkan. Seperti membangun di atas puing, maka hanya sampahlah yang dapat dibangun di atasnya.
                Al-Qur’an dimaksudkan bukan sekedar sebagai kitab untuk mencari informasi belaka, tapi juga sebagai bacaan yang dihujamkan ke hati untuk mendapat efek spiritual tertentu.
                Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang keautentikan Al-Qur’an yang di dalamnya meliputi:
1.       Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi SAW
2.       Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
3.      Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Utsman bin Affan
4.      Bahasa Arab sebagai Bahasa Kitab Al-Qur’an


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Nabi
                Pada permulaan islam, bangsa Arab adalah satu bangsa yang buta huruf, amat sedikit diantara mereka yang pandai menulis dan membaca. Bangsa Arab masih belum mengenal kertas seperti sekarang ini. Jadi bagi mereka yang dapat menulis dan membaca, biasanya menuliskannya pada benda apa saja yang bisa ditulisi.
                Walaupun bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tapi mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pegangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair dari pujangga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dan lain sebagainya adalah dengan hafalan semata. Karena hal inilah  Nabi mengambil suatu cara praktis yang selaras dengan keadaan itu dalam menyiarkan dan memelihara Al-Qur’anul Karim. Setiap ayat yang diturunkan, Nabi menyururh menghafalnya, dan menuliskannya di batu, kulit binatang, pelepah kurma dan apa saja yang bisa ditulisi. Selain Al-Qur’an, Hadits atau pelajarn-pelajaran yang mereka dengar dari Nabi dilarang untuk dituliskan. Larangan itu dimaksudkan agar Al-Qur’an itu terpelihara, dan tidak tercampur aduk dengan yang lain-lain yang juga di dengar dari Nabi.
                Nabi menganjurkan agar Al-Qur’an dihafal, selalu dibaca dan diwajibkan untuk dibaca ketika sedang melakukan shalat. Dengan demikian, banyaklah orang yang hafal Al-Qur’an. Selain itu, tidak ada satu ayatpun yang tidak dituliskan. Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan Nabi sangat gembira, beliau berkata: “di Akihrat nanti, tinta para ulama-ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhada”
                Pada perang Badar, orang-orang musyrikin yang ditawan oleh Nabi dan tidak dapat  menebus dirinya dengan uang, tetapi pandai menulis dan membaca, masing-masing diharuskan mengajar sepuluh orang muslim untuk menulis dan membaca sebagi ganti tebusan. Karena itulah, bertambahlah keinginan untuk belajar menulis dan membaca, dan bertambah banyaklah mereka yang pandai menulis dan membaca, dan mulai banyaklah yang menuliskan ayat-ayat yang diturunkan. Nabi sendiri mempunyai beberapa juru tulis yang bertugas menuliskan Al-Qur’an untuk beliau. Diantaranya Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Muawiyah.
Dengan demikian terdapat 3 unsur yang dapat memelihara AL-Qur’an yang telah diturunkan:
1.       Hafalan dari mereka yang hafal Al-Qur’an
2.       Naskah-naskah yang ditulis Nabi
3.      Naskah-naskah yang ditulis mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
Selain itu sekali dalam setahun, Jibril mengadakan ulangan (repetisi). Pada waktu itu Nabi diperintah untuk mengulang memperdengarkan Al-Qur’an yang telah diturunkan. Di tahun beliau wafat, ulangan tersebut oleh Jibril diulang sebanyak dua kali.  Nabi sendiripun sering mengadakan ulangan terhadap sahabat-sahabatnya di depan beliau untuk menetapkan atau membetulkan hafalan atau bacaan mereka. Ketika Nabi wafat, Al-Qur’an tersebut telah sempurna diturunkan dan dihafal oleh ribuan manusia, dan telah dituliskan semua ayat-ayatnya. Semua ayatnya telah disusun dengan tertib menurut urutan yang ditujikan sendiri oleh Nabi. Mereka telah mendengar Al-Qur’an itu dari Nabi sendiri berkali-kali dalam shalat, khutbah dan pelajaran-pelajaran lainnya. Pendek kata Al-Qur’an tersebut telah terjaga dengan baik, dan Nabi telah menjalani suatu cara yang sangat praktis untuk memelihara dan menyiarkan Al-Qur’an itu sesuai dengan keadaan bangsa Arab waktu itu. Suatu hal yang menarik perhatian, ialah Nabi baru wafat dikala Al-Qur’an itu telah cukup diturunkan, dan Al-Qur’an itu sempurna diturunkan di waktu Nabi telah mendekati masanya untuk kembali ke hadirat Allah SWT. Hal ini bukan suatu kebetulan saja, tapi telah diatur oleh yang maha esa.
B.    Pengumpulan atau Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
                Setelah Rasulullah wafat, sahabat Anshar maupun Muhajirin sepakat mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah. Pada awal masa pemerintahannya banyak orang-orang islam yang belum kuat imannya. Teutama di Nejed dan Yaman, banyak yang menjadi murtad, menolak membayar zakat, dan ada pula yang mengaku dirinya sebagai nabi. Hal ini dihadapi oleh Abu Bakar dengan tegas, sehingga ia berkata “ Demi Allah! Kalu mereka menolak untuk menyerahkan seekor anak kambing sebagai zakat (seperti apa) yang pernah mereka serahkan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka”.
                Maka terjadilah peperangan yang hebat untuk menumpas orang-orang murtad dan pengikut Nabi palsu tersebut. Diantara peperangan yang terkenal adalah peperangan Yamamah. Tentara islam yang ikut banyak banyak dari para sahabat yang menghafal Al-Qur’an. Dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Al-Qur’an. Bahkan sebelumnya telah pula gugur hampir sebanyak itu penghafal Al-Qur’an lainnya. Dengan meninggalnya sebagian sahabat yang hafal Al-Qur’an, berarti akan semakin berkuranglah nara sumber. Khawatir akan hal tersebut Umar bin Khattab lalu membicarakannya dengan Khalifah Abu Bakar. Maka terjadilah dialog sebagai berikut:
Umar berkata kepada Abu bakar: “Dalam peperangan Yamamah para sahabat yang hafal AL-Qur’an telah banyak yang gugur. Saya khawatir akan gugurnya para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya, sehingga ayat-ayat Al-Qur’an itu perlu dikumpulkan.
Abu Bakar menjawab: “Mengapa kau akan melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh Rasulullah?”
Umar menegaskan : “Demi Allah. Ini adalah perbuatan yang baik”
Dan ia berulang kali memberikan alasan-alasan kebaikan pengumpulan Al-Qur’an ini,sehingga  Allah membukakan hati Abu bakar untuk menerima pendapat umar  tersebut. Kemudian  Abu bakar memanggil Zaid bin Tsabit dan berkata kepadanya: “Umar mengajakku mengumpulkan AL-Qur’an”. Lalu diceritakannya segala pembicaraan  yang terjadi antara dia dan Umar.
Kemudian Abu Bakar berkata: “engkau adalah seorang pemuda yang cerdas  yang kupercayai  sepenuhnya. Dan engkau adalah seorang penulis wahyu yang selalu disuruh oleh Rasulullah. Oleh karena itu , maka kumpulkanlah  ayat-ayat  Al-Qur’an”.   
Zaid menjawab:”Demi  Allah. Ini adalah pekerjaan yang berat bagiku.
Seandainya  aku diperintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidaklah lebih berat bagiku daripada mengumpulkan Al-Qur’an yang engkau perintahkan itu”.
Dan ia berkata selanjutnya kepada Abu bakar dan Umar. “Mengapa kalian melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh Nabi Muhammad?”
Abubakar menjawab:”Demi Allah.Ini adalah perbuatan yang baik”.
Ia lalu meberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an itu, sehingga membukakan hati Zaid.
Kemudian ia mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing, dan dari sahabat-sahabat yang hafal  Al-Qur’an.
                        Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an itu Zaid bin Tsabit bekerja amat teliti. Sekalipun beliau hafal Al-Qur’an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Qur’an yang sangat penting bagi umat islam itu, masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
                Dengan demikian Al-Qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran yang diikat dengan benar, tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar. Mushaf ini tetap di tangan Abu Bakar sampai beliau wafat, kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khattab dan tetap di sana selama pemerintahannya. Setelah beliau wafat, Mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah, puteri Umar, istri Rasulullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-Qur’an di masa Khalifah Utsman.

C.     Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Utsman bin Affan
                Latar belakang pengumpulan Al-Qur’an di masa Utsman r.a adalah karena beberapa faktor lain yang berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu Bakar. Daerah kekuasaan islam pada masa Utsman telah meluas, orang-orang islam telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah populer bacaan sahabat yang mengajar mereka.
                Penduduk Syam membaca Al-Qur’an mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka’ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abdullah bin Mas’ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa al-Asy’ari. Di antara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf, dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan dalam kalangan kaum muslimin.
                Orang yang pertama memperhatikan hal ini adalah Huzaifah bin Yaman. Ketika beliau ikut dalam pertempuran menaklukkan Armenia di Azerbaiyan, dalam perjalanan dia pernah mendengar pertikaian kaum muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al-Qur’an. Lalu beliau menceritakannya kepada Utsman bin Affan tentang apa yang dlihatnya mengenai pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan Al-Qur’an.
                Maka Khalifah Utsman bin Affan meminta Hafsah binti Umar lembaran-lembaran Al-Qur’an yang ditulis di masa Khalifah Abu Bakar yang disimpan olehnya untuk disalin.
Oleh Utsman dibentuklah satu panitia yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash dan Abdur Rahman Ibnu Hisyam.
Tugas panitia ini adalah membukukan Al-Qur’an dengan menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku.
                        Dalam pelaksanaan tugas ini, Utsman menasehatkan agar: Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an. Bila ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab Al-Qur’an itu diturunkan menurut dialek mereka. Maka tugas tersebut dikerjakan oleh panitia, dan setelah tugas selesai, maka lembaran-lembaran Al-Qur’an yang dipinjam dari Hafsah itu dikembalikan kepadanya. al_-Qur’an yang telah dibukukan itu dinamai dengan “Al-Mushaf”. Oleh panitia ditulis lima buah Al-Mushaf, empat buah diantaranya dikirim ke Mekah, Syiria, Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat tersebut disalin pula dri masing-masing Mushaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan “Mushaf Al-Imam”
                Setelah itu Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya.  Dari Mushaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kaum Muslimin di seluruh pelosok menyalin Al-Qur’an itu.
Dengan demikian, maka pembukuan Al-Qur’an di masa Utsman memiliki faedah diantaranya:
1.       Menyatukan kaum Muslimin pada satu macam Mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
2.       Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tapi bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan Mushaf-mushaf Utsman.
3.      Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut tertib seperti pada Mushaf-mushaf sekarang.
Perbedaan antara Mushaf Abu Bakar dan Mushaf Utsman
                Perbedaan antara pengumpulan (mushaf) Abu Bakar dan Utsman sebagaimana dikemukakan di atas dapat diketahui sebagai berikut:
1.       Pengumpulan mushaf pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan AL-Qur’an ke dalam satu mushaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkempul pada kepingan-kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang.  latar belakangnya karena banyaknya huffazh yang gugur
2.       Pengumpulan mushaf pada masa Utsman adalah menyalin kembali yang telah tersusun pada masa Abu Bakar, dengan tujuan untuk dikirimkan ke seluruh Negara islam. Latar belakangnya adalah disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal membaca Al-Qur’an.
D.    Bahasa Arab Sebagai Bahasa Kitab Al-Qur’an
                Bahasa Arab memang sebuah bahasa yang istimewa. Sehingga Allah SWT berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab lewat Al-Qur’an Al-Karim. Padahal Al-Qur’an itu bukan hanya ditujukan kepada bangsa Arab saja, melainkan untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman.
                Allah SWT bukan tidak tahu bahwa manusia itu memiliki ribuan jenis bahasa yang saling berbeda. Namun Dia telah menetapkan bahwa ada satu bahasa yang digunakannya untuk memberi petunjuk buat milyaran umat manusia, yaitu bahasa Arab.
                Sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW, memang Allah SWT berbicara kepada umat manusia dengan menggunakan bahasa masing-masing. Dan Allah SWT mengutus para Nabi dari keturunan masing-masing bangsa dan bahasa itu. Sebagaimana firman-Nya: Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapt memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (QS. Ibrahim:4)
                Namun khusus bagi Nabi yang terakhir, Allah SWT telah menetapkan kebijakan tersendiri.
Pertama   : Nabi terakhir itu benar-benar Nabi yang diutus untuk terakhir kalinya.
Kedua                        : Nabi itu hanya memiliki satu bahasa dan tentunya kitab suci yang diturunkan pun hanya satu bahasa saja. Dan bahasa yang dipilih adalah bahasa Arab.
                Kemudian Allah SWT pun telah menetapkan bahwa cara manusia berkomunikasi dengan-Nya lewat ibadah shalat pun dengan menggunakan bahasa Arab. Shalat itu menjadi tidak sah ketika tidak menggunakan bahasa Arab. Karena Allah telah menetapkan bahwa shalat kepada-Nya hanya boleh menggunakan bahasa Arab saja.
                Lantas ketika agama islam disiarkan ke seluruh penjuru dunia, para sahabat, tabi’en dan generasi selanjutnya pun tetap konsekuen menggunakan bahasa Arab. Al-Qur’an Al-Karim pun tidak pernah diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Kalaupun suatu ketika diterjemahkan, maka terjemahannya itu tidak dianggap sebagai Al-Qur’an yang suci. Bahkan kitab-kitab yang ditulis para ulama di seluruh penjuru dunia tetap menggunakan bahasa Arab. Meski ulama itu bukan keturunan Arab dan tidak lahir di negeri Arab.
                Tentunya ada alasan kuat mengapa bahasa Arab dipilih Allah SWT untuk dijadikan bahasa komunikasi antara langit dan bumi. Para pakar bahasa Arab sering kali menyebutkan diantara keistimewaan itu antara lain:
1.       Bahasa Arab adalah Induk Dari Semua Bahasa Manusia
Analisa yang digunakan adalah bahwa sejak manusia pertama, Nabi Adam as, menjejakkan kaki di atas bumi, beliau sudah pandai berbicara. Dan karena sebelumnya beliau adalah penduduk surga, dimana ada keterangan bahwa bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab, maka otomatis bahasa yang digunakan Nabi Adam as adalah bahasa Arab. Dan tentunya keturunan Nabi Adam as itu pun menggunakan bahasa Arab. Meskipun setelah itu jumlah mereka bertambah banyak dan tersebar ke berbagai benua, menjadi jutaan bahasa yang saling berbeda.
2.       Bahasa Arab adalah Bahasa Tertua dan Abadi
Bahasa Inggris sekarang ini boleh saja dikatakan paling populer di dunia, akan tetapi tidak ada bahasa yang bisa bertahan lama di muka bumi selain bahasa Arab. Sebab sejarah membuktikan bahwa sejak zaman Ibrahim as, mereka tercatat sudah menggunakan bahasa Arab. Itu berarti bahasa Arab palingtidak sudah digunakan oleh umat manusia sejak 40 abad yang lalu, atau 40.000 tahun. Bahkan analisa yang lebih jauh lagi menunjukkan bahwa bahasa Arab telah berusia lebih tua lagi. Karena bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan Allah SWT untuk berfirman dalam Al-Qur’an. Sementara Al-Qur’an sudah ada di sisi Allah SWT jauh sebelum awal mula diturunkan di masa Rasululullah SAW. dan Allah SWt menjamin bahwa Al-Qur’an itu tidak akan lenyap hingga hari kiamat.
3.      Bahasa Arab adalah Bahasa Yang Paling Banyak Diserap
Serapan dari bahasa Arab nyaris terdapat di hampir semua bahasa yang ada saat ini. Nyaris bahasa-bahasa yang kita kenal saat ini, telah banyak menyerap kosa kata dan istilah dari bahasa Arab. Salah satunya adalah bahasa inggris dan tentunya bahasa Indonesia. Bahkan bahasa ilmiyah di dunia sains pun tidak lepas dari pengaruh serapan kata dari bahasa Arab. Istilah alkohol, aljabar, algoritme dan lainnya adalah bagian dari bahasa Arab.
4.      Bahasa Arab memiliki Jumlah Perbendaharaan Kata Yang Paling Banyak
Salah satu keistimewaan bahasa Arab lainnya adalah kekayaan dalam jumlah perbendaharaan kata. Mungkin karena usianya yang sudah tua namun masih digunakan hingga hari ini, sehingga perbendaharaan kata di dalam bahasa Arab menjadi sangat besar. Sebagai contoh, salah satu peneliti bahasa Arab mengemukakan bahwa orang orang Arab punya 80 sinonim untuk kata yang bermakna unta. Dan punya 200 sinonim untuk kata yang bermakna anjing












BAB III
PENUTUP

A.     Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Nabi SAW.
Terdapat 3 unsur yang dapat memelihara Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW, yaitu:
1.       Hafalan dari mereka yang hafal Al-Qur’an
2.       Naskah-naskah yang ditulis oleh Nabi
3.      Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
B.     Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Pengumpulan mushaf pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan AL-Qur’an ke dalam satu mushaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkempul pada kepingan-kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang.  Adapun latar belakangnya karena banyaknya huffazh yang gugur.
C.      Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Utsman bin Affan
Penulisan mushaf pada masa Utsman adalah menyalin kembali yang telah tersusun pada masa Abu Bakar, dengan tujuan untuk dikirimkan ke seluruh Negara islam. Latar belakangnya adalah disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal membaca Al-Qur’an.
Adapun faedah Pembukuan Al-Qur’an di Masa Utsman diantaranya:
1.       Menyatukan kaum Muslimin pada satu macam Mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
2.       Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tapi bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan Mushaf-mushaf Utsman.
3.      Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut tertib seperti pada Mushaf-mushaf sekarang.
D.     Bahasa Arab Sebagai Bahasa Kitab Al-Qur’an
Keistimewaan bahasa Arab Sebagai Bahasa Kitab Al-Qur’an
1.       Bahasa Arab adalah induk dari semua bahasa manusia
2.       Bahasa Arab adalah bahasa tertua dan abadi
3.      Bahasa Arab adalah bahasa yang paing banyak diserap
4.      Bahasa Arab memiliki jumlah perbendaharaan kata yang paling banyak





Tidak ada komentar:

Posting Komentar